BANJARNEGARA : PROGRAM KONVERSI MASIH KURANG 40% - Minyak Tanah Makin Sulit Diperoleh

BANJARNEGARA (KR) - Di saat penyaluran paket program konversi minyak tanah ke gas elpiji di Kabupaten Banjarnegara belum selesai, minyak tanah semakin sulit diperoleh. Kelangkaan minyak tanah terjadi karena penyaluran dari agen ke pengecer sudah dikurangi secara besar-besaran.

Akibatnya, warga yang selama ini menggunakan minyak tanah, jadi kelabakan. Kalau pun minyak tanah ada, harganya melambung hingga Rp 5.000/liter. Meski ditargetkan menjelang Ramadan ini pendistribusian paket program konversi minyak tanah ke gas elpiji di Kabupaten Banjarnegara selesai, ternyata masih kekurangan ratusan ribu paket.

Kabag Perekonomian Setda Banjarnegara, Basuki Abdulah Sabtu (29/8) mengatakan, kekurangan masih mencapai 130.000 paket atau sekitar 40 persen dari total penerima yang berkisar 325.000 orang. ”Kekurangan terjadi hanya pada tabung gasnya saja, sementara untuk regulator dan kompor stoknya terpenuhi. Meski demikian, karena pembagian ini dalam satu paket maka kekurangan tabung gas ini menyebabkan penghentian sementara pembagian paket di sejumlah desa,” katanya.

Basuki mengaku sudah mengkonfirmasikan persoalan ini ke Pertamina. Menurutnya pihak Pertamina sendiri menjanjikan akan memenuhi kekurangan tabung tersebut sebelum akhir Agustus ini.

Beberapa pengecer minyak tanah mengatakan, sejak pertengahan Agustus ini pasokan minyak tanah semakin jarang dan jumlahnya pun dibatasi. ”Untung saja sedikit-sedikit masih ada minyak. Dalam seminggu kadang dikirim dua kali. Informasi sebelumnya yang pernah kami terima, mulai Agustus sudah tidak ada kiriman minyak lagi,” ujar Atun, pengecer di kompleks pasar kota Banjarnegara.


Tiga Kali

Pemilik pangkalan minyak tanah di Kelurahan Krandegan, Suswanto, mengatakan, biasanya ia dikirim minyak tanah dari agen tiga kali dalam seminggu. Namun dua minggu terakhir ini hanya dua kali saja. ”Itupun tidak bisa dipastikan kapan datangnya dari agen,” katanya.

Dari pantauan KR, di pelosok desa umumnya para warga tak terlalu dipusingkan oleh kelangkaan minyak tanah. Bagi mereka yang sudah menerima paket program konversi, tetap saja menggunakan kayu bakar seperti semula. Kompor hanya sesekali mereka gunakan.

Ny Karsini (49) warga Desa Binangun Karangkobar misalnya, mengaku menggunakan kompor hanya sebatas untuk menghangatkan sayur. ”Kalau dipakai terus-menerus, ya berat. Sebab harga gas sampai limabelas ribu,” ujarnya. (Mad)-g

sumber : kr.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masuk SD Negeri 4 Krandegan Banjarnegara dipungut Rp 1,3 juta

BANJARNEGARA : TANPA PERBAIKAN JALAN; Desa Wisata Gumelem Sulit Terwujud

Banjarnegara : Mayat wanita di Waduk Mrica ternyata korban bunuh diri